antum tahu ketika pendelegasian utusan islam untuk menyampaikan surat terhadap para raja dalam menyerukan islam beliau dianjurkan untuk membuat stempel cap karena itu adalah kebiasaan para raja dalam surat menyurat,
dan dalam Alquran bagaimana nabi yusuf memasuki sistem pemerintahan Al-aziz dan menjadi salah satu menteri dalam pemerintahannya walaupun pemerintahan tersebut tidak atas dasar hukum isroil akan tetapi selagi itu tidak menyinggung aqidah Allah pun tak melarang,
antum tahu bahwa pada kekhalifahan sahabat utsman beliau mengadopsi sistem marinirnya romawi untuk angkatan lautnya, dan mengadopsi administrasi pemerintahan persia, atas dasar itulah kami memaknai demokrasi itu ibarat sebuah alat bukan keyakinan, alat itu tergantung siapa yang menggunakannya, itulah yang membedakan kami dengan HT yang menganggap demokrasi adalah derivasi dari paham-paham kufar seperti kapitalisme atau sekularisme yang itupun ikhwan menolak,namun sikap kami terhadap demokrasi khususnya diIndonesia tidak sebagaimana konteks Nabi dalam menolak tawaran berkoalisi dengan musyrikin quraisy,karena dalam kesepakatan tersebut dominasi kufar menguasai dan tak ada satupun potensial islam untuk mendominasi dalam kesepakatan mereka, tapi kita lihat ketika perjanjian hudaibyah beliau mau menerima kesepakatan-kesepakatan musyrikin mekkah walau para sahabat menolaknya tidak hanya merugikan islam dan kaum muslimin tapi juga kedudukan Rasul sebagai utusan Allah yang mereka sanjungi tak dianggap dalam perjanjian tersebut, akan tetapi Rasul mengetahui efek panjang yang akan didapati oleh islam dan kaum muslimin yaitu Fathul mekkah,
demikian pula dalam menyikapi demokrasi diindonesia dalam parlementaria yang mayoritas umat islam tidak bijak kita menganggap mereka sama dengan kaum musyrikin mekkah,
dominasi umat islam ada disini hanya saja mereka masih dikuasai oleh syahwat mereka, karena syahwat mereka inilah sehingga kepentingan islam dan umat islam yang mayoritas terabaikan, untuk itu dibutuhkan muslim-muslim da’i yang mengajak dan mentarbiyah mereka agar tak dikuasai syahwat syaitan yang menjerumuskan mereka setidaknya untuk menandingi kekuatan sekular saat ini walau belum sampai pada dominasi mutlak,tapi kami yakin hal itu pasti terjadi.
dan visi khilafah juga ada pada fikroh kami dan bahkan Almarhum Syaikh tarbiyah ust. Rahmat Abdullah pernah berkata siapapun dan pergerakkan islam manapun yang mendahului kami dalam membangun khilafah rosyidah kami siap untuk hidup dibawah naungan mereka dan mengakui kekhilafahan mereka, untuk itu kami tidak pernah menganggap duri terhadap berbagai pergerakan islam yang berbeda metode dalam berdakwah, kami selalu menganggap positif dengan keberadaan mereka sebagaimana gerakan Hidayatullah yang mendakwahkan islam kepelosok terpencil diIndonesia dengan dakwah mereka kami terasa terbantukan,
salafy yang memurnikan sunnah dan syaikh-syaikh mereka selalu menjadi rujukkan bagi kami dalam hal khazanah ulumul qur’an dan hadisnya walau ada interpretasi/ijtihad yang berbeda dalam hal kontekstual dan itu biasa terjadi dalam tubuh umat islam namun tak pernah kami menganggap kami lebih benar dari mereka atau siapapun karena semuanya berlandaskan pada rujukan yang sama yaitu Qur’an dan sunnah, karena dalam ijtihad ketika tidak tepat maka tetap mendapat pahala dengan ijtihadnya dan apabila tepat maka dua pahala akan didapati,
dan tentang kebenaran sebagaimana Surat At-Taubah ayat 105 yang berbunyi “dan beramallah kamu semua sehingga Allah,Rasul dan orang-orang beriman melihat (menilai) perbuatanmu sehingga segala amalanmu akan dikembalikan perihalnya kepada (ALLAH) Yang Maha mengetahui segala yang tampak dan yang Ghaib dan akan diberitakan kembali kepadamu perihal amalanmu tersebut”.
dari diskusi http://hanichi.wordpress.com/2008/02/07/partai-keadilan-sejahtera-riwayatmu-kini/